PEN vs Resesi : Mampukah APBN Memulihkan Indonesia saat Pandemi Covid-19 menjelang tahun 2021?
Oleh : Nazifpri Etrariadi (Akuntansi - Universitas Andalas)
Keberadaan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dalam beberapa bulan terakhir ini menjadi momok bagi hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia. Keberadaannya membuat segala lini ikut terkena dampaknya. Dampak yang sangat terasa adalah pada sektor perekonomian, seluruh dunia mengalami konstraksi pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia sendiri pada kuartal ketiga tahun 2020 ini sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2020 mencapai Rp3.894,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.720,6 triliun, artinya jika di persentasekan berada pada angka -3,49 persen. Pada kuartal ketiga tersebutlah, Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi setelah tahun 2008.
Apa itu resesi ekonomi?
Resesi pada ilmu ekonomi makro atau yang sering disebut dengan kemerosotan didefinisikan sebagai Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product atau PDB/GDP yang menurun ketika pertumbuhan ekonomi memiliki nilai negatif selama dua kuartal lebih atau di dalam satu tahun. Resesi ini juga bisa mengakibatkan menurunnya semua kegiatan ekonomi secara bersamaan, contohnya lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi juga akan disamakan dengan menurunnya harga atau deflasi, atau bisa juga kebalikannya. Dengan meningkatnya harga dengan drastis atau inflasi, di dalam sebuah proses yang dinamakan stagflasi.
Resesi ekonomi biasanya juga akan berjalan dalam waktu yang lama yang dikenal juga dengan istilah depresi ekonomi. Penururan drastis dalam tingkat ekonomi ini seringkali disebabkan oleh depresi yang parah atau hiperinflasi. Hal ini juga dinamakan sebagai kebangkrutan.
Walaupun masih dikategorikan terkontraksi dan masuk pada resesi ekonomi, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga ini bisa lebih baik dibandingkan kuartal kedua yang mencapai -5,32 persen. Baiknya kinerja ekonomi Indonesia di masa pandemi ini tak lepas dari upaya pemerintah dalam menerbitkan kebijakan yang luar biasa menanggulangi masalah yang extraordinary ini, yakni melalui kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pemulihan Ekonomi Nasional
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020, Program Pemulihan Ekonomi Nasional merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Selain penanganan krisis kesehatan, Pemerintah juga menjalankan program PEN sebagai respon atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor informal atau UMKM. Program ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19. Untuk UMKM, program PEN diharapkan dapat memperpanjang nafas UMKM dan meningkatkan kinerja UMKM yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
Banyak lini yang terkena dampak pandemi. Pemerintah menyadari bahwa dampak kerusakan yang terjadi akibat wabah Covid-19 akan makin masif ke depannya sehingga kewaspadaan dan kehati-hatian dalam penetapan kebijakan serta pengelolaan Keuangan Negara akan dilakukan ke depan. Kebijakan extraordinary kemudian dilakukan Pemerintah untuk mengurangi dampak akibat penyebaran virus Covid-19 di Indonesia melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 (PERPPU 1/2020) yang baru saja disahkan pada bulan April 2020. Kebijakan Perppu ini pun disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 (UU No. 2 Tahun 2020).
Melalui PEN, pemerintah pun mencoba untuk melakukan relaksasi pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2020 (APBN 2020), untuk pendapatan negara yang sebelumnya (dalam Perpres No. 54 tahun 2020) adalah sebesar Rp1.760,9 Triliun menjadi Rp1.691,6 Triliun, sedangkan belanja negara yang sebelumnya 2.613,8 Triliun menjadi 2.720,1 Triliun dengan defisit 852,9 Triliun menjadi 1.028,5 Triliun.
Dalam keterangan yang diterbitkann oleh Kemenkeu, terdapat dukungan yang diberikan dalam postur APBN 2020 untuk PEN. Belanja Negara yang dikucurkan dalam PEN sebesar 427,46 Triliun dengan rincian Dukungan Konsumsi Rp172,1 Triliun, Dukungan Pajak Rp123,01 Triliun, Subsidi Bunga Kredit Rp34,15 Triliun, Subsidi BBN (B-30) Rp2,78 T, Imbal Jasa Penjaminan Rp5 Triliun, Pembayaran Kompensasi Rp90,42 Triliun. Untuk pembiayaan dikucurkan sebesar 133,51 Trilun dengan rincian PMN Rp25,27 Triliun, Penempatan Dana Pemerintah Rp87,59 Triliun, Penjaminan Rp1 Triliun, Talangan (Investasi) Rp19,65 Triliun. Tambahan belanja Kementerian atau Lembaga dan sektoral dikucurkan sebesar 65,1 Trilun dengan rincian Pariwisata Rp3,8 Triliun, Perumahan Rp1,3 Triliun, Cadangan Stimulus Fiskal Rp60 Triliun. Program PEN ini pun diberikan juga dukungan kepada pemerintah daerah dengan kucuran dana 15,1 Triliun, rinciannya adalah Cadangan DAK Fisik Rp9,1 Triliun, DID Pemulihan Ekonomi Rp5 Triliun, Penyediaan Fasilitas Pinjaman Ke Daerah Rp 1 Triliun.
Dalam rangka menunjang perekonomian, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-23/2020 dan PMK 28/2020 yang mengatur mengenai insentif fiskal dalam rangka menghadapi pandemic Covid-19. Dengan adanya insentif fiskal ini, diperkirakan penerimaan pajak di bulan April akan menurun. Terkait dengan (PERPPU 1/2020) yang antara lain mengatur penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk tahun pajak 2020 (SPT PPh Badannya disampaikan di April 2021), diperkirakan akan terjadi penurunan angsuran PPh Pasal 25 badan mulai bulan Mei 2020. Lebih lanjut Pemerintah berkomitmen untuk menjaga industri dalam negeri ditengah pandemi Covid-19. Melalui PMK-30/2020, Pemerintah memberikan relaksasi penundaan pembayaran cukai akibat tersendatnya logistik di lapangan karena Covid-19.
PEN vs Resesi
Melalui program PEN yang sudah diterapkan, ekonomi Indonesia diproyeksikan akan kembali tumbuh positif secara bertahap mulai tahun depan. Pemerintah juga terus melanjutkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021. Sedangkan pada kuartal keempat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diproyeksikan negatif namun telah mengalami peningkatan sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Ekonom INDEF Bhima Yudhistira yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan di kisaran -0,5% sampai -1,5% pada kuartal IV 2020. Bantuan sosial dan insentif pajak juga masih akan diberikan meskipun nilainya tidak lebih besar dari tahun ini.
Referensi :
1.https://contohmakalah.id/assets/uploads/makalah/ekonomi_sistem_ekonomi_indonesia_krisis_ekonomi_20200610.pdf
2. https://www.kemenkeu.go.id/media/15149/program-pemulihan-ekonomi-nasional.pdf
3. https://www.instagram.com/p/CHMvKL5DSVc/
4. https://kemenkeu.go.id/media/15237/dukungan-apbn-untuk-pen.pdf